Selasa, 17 November 2015

Vonis Hukuman Mati Kasus Tindak Pidana Narkotika Dan Obat-Obatan Terlarang

Kasus tindak pidana narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) di Indonesia, kian hari kian meningkat, meskipun para aparat penegak hukum telah bekerja keras untuk melokalisir peredaran narkoba tersebut di tengah-tengah masyarakat. Tidak hanya aparat penegak hukum saja yang bekerja secara ekstra, stake holder yang lain juga (misalnya pemuka agama, pemuka masyarakat adat) juga sudah turut serta bekerja untuk membasmi dan sekaligus melokalisir penyebaran narkoba di masyarakat. Namun tetap saja, ada yang lolos dan akhirnya di tangkap oleh aparat kepolisian, dan selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
JPU Menerapkan Hukum Mati Terhadap Kasus Narkoba Di Indonesia



Genderang perang terhadap narkoba ini juga dimainkan oleh korp penunut umum, yang merupakan salah satu pilar penegak hukum yang bertugas mewakili negara untuk menuntut siapa saja yang melanggar ataupun tidak patuh dengan ketentuan peraturan perundang-undangan RI. Penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan RI terus dilancarkan, dimana  hingga bulan November 2015 ini, pihak kejaksaan telah melakukan 20 lebih tuntutan mati kepada para pelaku / terdakwa kasus pidana narkoba di wilayah hukum Ibu Kota Negara, yaitu: Jakarta.

Adapun tuntutan mati yang dilakukan oleh seluruh Kejaksaan Negeri (Kejari) di wilayah Jakarta adalah sebagai berikut:

Kejari Jakarta Pusat
Untuk wilayah Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, pihak kejaksaan telah menuntut mati pelaku kasus pidana narkoba atas nama terdakwa Riady, yang mana terdakwa kasus sabu adalah merupakan tangan kanan Silvestre. Pada Persidangan Pengadilan Negeri, terdakwa Riady akhirnya di vonis 20 tahun penjara.

Kejari Jaksel (Jakarta Selatan)
Terhadap penanganan kasus penyelundupan ganja 145 kg, dapat diperinci tuntutan hukum yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan:
1. Jayadi dituntut mati (masih menunggu putusan);
2. Sudaryanto dituntut mati (masih menunggu putusan);

Kejari Jakbar (Jakarta Barat)
Terhadap penanganan kasus penyelundupan sabu 800 kg, dapat diperinci tuntutan hukum yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Barat:
1. Wong Chi Ping dituntut mati, divonis hukuman mati;
2. Ahmad Salim Wijaya dituntut mati, divonis hukuman mati;
3. Sujardi  dituntut mati, dihukum 20 tahun;
4. Syarifuddin dituntut mati, divonis 18 tahun;
5. Cheung Hon Ming dituntut mati, divonis 20 tahun;
6. Siu Cheuk Fung dituntut mati, dihukum seumur hidup;
7. Tan See Ting dituntut mati, dihukum seumur hidup;
8. Tam Siu Liung dituntut mati, dihukum seumur hidup;
9. Andika dituntut mati, divonis 15 tahun;

Terhadap penanganan kasus penyelundupan ganja 1200 kg (1,2 ton), dapat diperinci tuntutan hukum yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Barat:
1. M Nasir dituntut mati (masih menunggu putusan);
2. Zaini Jamaludin dituntut mati (masih menunggu putusan);
3. Bambang Ardianto dituntut mati (masih menunggu putusan);

Terhadap penanganan kasus penyelundupan ganja 1000 kg (1 ton), dapat diperinci tuntutan hukum yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Barat:
1. Rusdi dituntut mati (masih menunggu putusan);
2. Sulaiman dituntut mati (masih menunggu putusan);
Terhadap penanganan kasus penyelundupan sabu 49 kg, dapat diperinci tuntutan hukum yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Barat:
1. Ko Chi Yuen dituntut mati (masih menunggu putusan);
2. Kwok Fu Ho alias Aho dituntut mati (masih menunggu putusan);
3. Yang Wing Bun dituntut mati (masih menunggu putusan);

Dari sekian banyak tuntutan yang suidah dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagaimana yang telah kami uraikan diatas, hingga saat ini majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara narkoba diatas, baru mengabulkan 2 vonis mati yaitu:
1. kepada Wong Chi Ping;
2. Ahmad Salim Wijaya yang merupakan tangan kanan Wong Chi Ping.
Selebihnya masih ada yang menunggu proses putusan pengadilan.


Atas hal ini, Mahkamah Agung (MA) RI, melalui juru bicara (jubir) MA, yaitu: Hakim Agung Suhadi menegaskan: “bahwa putusan kepada seorang terdakwa tidak boleh hanya berdasarkan emosi semata, melainkan juga Hakim harus melihat fakta hukum dalam memutus perkara”. Bukan berarti semangat korps Mahkamah Agung (MA) RI dalam penegakan hukum kita menjadi kendor. Yang namanya hukuman yang akan dijatuhkan / diputuskan harus diberikan kepada para pelaku / terdakwa harus sesuai dengan fakta persidangan yang terjadi di depan pengadilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar