“Arti,
Pengertian, Peran, Tupoksi Dan Sejarah Advokat Indonesia” # Sangat menarik
mengamati dunia advokat sebagai salah satu profesi penegakan hukum di
Indonesia. Lihat saja dikota-kota besar (Jakarta, Surabaya, Medan, Bali, dsb), banyak
berdiri kantor hukum advokat baik
yang individual, maupun yang berbentuk badan hukum seperti firma hukum (law firm)
yang menjadikan layanan pemberian bantuan jasa advokat sebagai bisnis yang
menjanjikan. Disebabkan jasa advokat sangat dibutuhkan untuk memberikan advis
(saran hukum) yang berkaitan dengan usaha bisnis yang akan atau sedang
dijalaninya, dengan maksud dan tujuan agar nantinya kebijakan yang akan diambil
tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Saran hukum inilah yang
lebih dikenal dengan nama jasa konsultan hukum.
Disamping
memberikan advis / saran hukum, jasa seorang advokat juga sangat dibutuhkan
oleh seseorang yang sedang mengalami masalah hukum atau sedang menjalani satu
proses hukum akibat adanya peristiwa / perbuatan yang diduga melanggar aturan hukum
atau ketentuan hukum yang berlaku.
Seiring
dengan pemberlakuan Undang-Undang (UU) No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Lembara
Negara (LN) Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4255,
maka babak baru dunia profesi advokat di Indonesia mulai dilirik dan mendapat
perhatian serius dari orang-orang yang akan menggeluti pekerjaan sebagai
seorang advokat dalam rangka memberikan bantuan jasa pelayanan hukum yang
terbaik kepada masyarakat.
Namun,
bagi seorang calon advokat yang hendak serius terjun menggeluti dunia advokat,
maka tidak hanya teori-teori hukum maupun teknik beracara (hukum acara), teknik
bernegoisasi, teknik mediasi saja yang harus dimatangkan, namun juga sangat
perlu untuk memahami peran / tugas dan fungsi (tupoksi advokat), serta juga
wajib mempelajari perkembangan dunia organisasi advokat yang ada Indonesia.
Tujuannya adalah agar dalam menjalankan praktek advokat, seorang advokat tidak
menyalahi kode etik advokat Indonesia.
Peran, Tugas Pokok Dan Fungsi
(Tupoksi) Advokat Indonesia
Berdasarkan
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang (UU) No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, pengertian
advokat adalah: “orang yang berprofesi
memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi
persyaratan berdasarkan undang-undang ini”.
Kemudian
Undang-Undang (UU) No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat juga menyatakan bahwa advokat
adalah: penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum
lainnya, yaitu: hakim, jaksa, dan polisi. Meskipun sama-sama sebagai penegak
hukum, peran dan fungsi dari masing-masing para penegak hukum tersebut adalah berbeda
satu dengan yang lainnya.
Bila
dicermati tentang tugas / peran dan fungsi dari masing-masing penegak hukum
(hakim, jaksa, dan polisi) diatas, secara faktual menerapkan konsep teori trias politica, yaitu tentang teori pemisahan
kekuasaan negara. Hakim sebagai penegak hukum menjalankan fungsi kekuasaan
yudikatif, jaksa dan polisi menjalankan fungsi kekuasaan eksekutif. Dengan kata
lain, hakim mewakili kepentingan negara, sedangkan jaksa dan polisi mewakili
kepentingan pemerintah.
Lalu
advokat menjalankan fungsi atau mewakili kepentingan siapa ? Advokat sebagai
penegak hukum menjalankan peran dan fungsi penegakan hukum secara mandiri dalam
rangka mewakili kepentingan masyarakat para pencari keadilan (klien), serta tidak
terpengaruh pada kekuasaan negara ataupun kekuasaan pemerintah (yudikatif dan
eksekutif).
Akibat
dari adanya perbedaan tugas, peran dan fungsi (tupoksi) para penegak hukum (hakim,
jaksa, polisi, dan advokat) seperti yang kami uraikan diatas, maka konsekuensi
logis hukumnya adalah sebagai berikut:
- Hakim => memiliki kedudukan yang
objektif, sehingga diharapkan memiliki cara pandang dan berpikir objektif pula,
sebagai yang mewakili kekuasaan negara di bidang yudikatif. Implementasinya,
seorang hakim dalam setiap memeriksa, mempertimbangkan, mengadili / memutuskan
suatu perkara diwajibkan independen (tidak terpengaruh oleh salah satu pihak
yang berperkara), mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta
juga harus menggali nilai atau rasa keadilan yang berkembang dan hidup
ditengah-tengah masyarakat.
- Jaksa dan Polisi => memiliki
kedudukan yang subjektif, sehingga diharapkan memiliki cara pandang dan berpikir
subjektif pula, sebagai yang mewakili
kepentingan pemerintah di bidang eksekutif. Implementasinya, bila terjadi
pelanggaran hukum (undang-undang) yang sifatnya perbuatan tindak pidana, maka
jaksa dan polisi diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengambil
tindakan tegas tanpa harus menggali nilai atau rasa keadilan yang berkembang
atau hidup ditengah-tengah masyarakat.
- Advokat => memiliki kedudukan yang
subjektif dengan cara pandang dan berpikir yang objektif. Kedudukan subjektif advokat,
terlihat dalam hal mewakili kepentingan masyarakat para pencari keadilan (klien)
dalam rangka untuk membela dan mempertahankan kepentingan hak-hak hukum kliennya.
Namun, meskipun demikian, seoranga advokat dalam membela hak-hak dan
kepentingan hukum kliennya tersebut, harus mempergunakan cara pandang dan berpikir
yang objektif menilainya, berdasarkan keahlian hukum yang dimiliki dan didukung
kode etik profesi advokat. Misalnya dalam kode etik advokat ditentukan bahwasanya
advokat bisa menolak menangani perkara bila menurut keahliannya tidak ada dasar
hukumnya, advokat dilarang memberikan informasi yang menyesatkan dan
menjanjikan kemenangan kepada kliennya.
Setelah
kita membahas tentang peran, tugas pokok dan fungsi para penegak hukum (hakim,
jaksa, polisi dan advokat), maka untuk selanjutnya akan dijelaskan tentang
perkembangan organisasi advokat yang ada di Indonesia.
Perkembangan Organisasi Advokat Di
Indonesia
Embrio
kehadiran organisasi advokat secara nasional diawali dengan didirikannya
Persatuan Advokat Indonesia (PAI) pada tanggal 14 Maret 1963. PAI ini kemudian
mengadakan kongres nasional yang kemudian melahirkan organisasi advokat PERADIN.
Dalam perkembangannya, organisasi advokat PERADIN yang terbentuk ini, tidak
terlepas dari intervensi (campur tangan) rezim pemerintah yang berkuasa saat
itu, sebab perjuangan PERADIN dianggap membahayakan kepentingan rezim
pemerintah yang sedang berkuasa. Kemudian organisasi advokat PERADIN
ditinggalkan, sehingga dibentuk dan munculah organisasi advokat IKADIN. organisasi
advokat IKADIN pun kemudian pecah. Para advokat yang kecewa terhadap suksesi
kepengurusan IKADIN kemudian mendirikan organisasi advokat yang baru yang
bernama Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).
Organisasi
advokat ini terus bertambah jumlahnya, dimana bila merujuk pada UU Advokat,
maka organisasi advokat yang diakui berjumlah 8 (delapan) organisasi advokat,
yaitu: IKADIN, IPHI, HAPI, AKHI, AAI, SPI, HKHPM, dan APSI. Namun sesuai dengan
apa yang diamanatkan oleh pembentuk undang-undang, yaitu untuk membentuk suatu
organisasi advokat dalam kurun waktu 2 (dua) tahun. Maka, dalam rangka untuk melaksanakannya,
kemudian dibentuklah Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), yang kemudian KKAI
ini membuat dan merumuskan Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) pada tanggal 23
Mei 2002, serta kemudian mendeklarasikan organisasi advokat di Indonesia yang
diberi nama PERADI (Perhimpunan
Advokat Indonesia / Indonesian Advocates Asociation) pada tanggal 21 Desember
2004 yang akta pendiriannya disahkan pada 8 September 2005.
PERADI
inilah yang kemudian menyelenggarakan Pendidikan Khusus Pendidikan Advokat
(PKPA), Ujian Profesi Advokat (UPA), dan Magang bagi seorang yang berlatar
pendidikan tinggi hukum (sarjana hukum) yang berniat untuk menjalankan profesi
advokat di Indonesia.
Tapi
sejarah juga berkata lain, beberapa orang pengurus organisasi advokat yang
awalnya sepakat membentuk PERADI, kemudian ada yang menarik diri dan menyatakan
keluar dari PERADI yang mana kemudian melahirkan Kongres Advokat Indonesia
(KAI). Tidak hanya KAI saja yang muncul, namun nenek moyang organisasi advokat PERADIN
yang selama ini tidak tahu kabar beritanya tiba-tiba muncul kembali, dan kabar
terakhir yang kami tahu dari media massa bahwa pasca dilakukannya Musyawarah
Nasional (MUNAS) PERADI telah terjadi perpecahan di tubuh pengurus organisasi
advokat PERADI, dimana kepengurusannya terbagi menjadi 2 (dua) kubu. Itulah
selintas sejarah perkembangan organisasi advokat yang ada di Indonesia.
Sekian
dan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar