Minggu, 08 November 2015

Arti, Pengertian, Peran, Tupoksi Dan Sejarah Advokat Indonesia

“Arti, Pengertian, Peran, Tupoksi Dan Sejarah Advokat Indonesia” # Sangat menarik mengamati dunia advokat sebagai salah satu profesi penegakan hukum di Indonesia. Lihat saja dikota-kota besar (Jakarta, Surabaya, Medan, Bali, dsb), banyak berdiri kantor hukum advokat baik yang individual, maupun yang berbentuk badan hukum seperti firma hukum (law firm) yang menjadikan layanan pemberian bantuan jasa advokat sebagai bisnis yang menjanjikan. Disebabkan jasa advokat sangat dibutuhkan untuk memberikan advis (saran hukum) yang berkaitan dengan usaha bisnis yang akan atau sedang dijalaninya, dengan maksud dan tujuan agar nantinya kebijakan yang akan diambil tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Saran hukum inilah yang lebih dikenal dengan nama jasa konsultan hukum.
PERADI
Disamping memberikan advis / saran hukum, jasa seorang advokat juga sangat dibutuhkan oleh seseorang yang sedang mengalami masalah hukum atau sedang menjalani satu proses hukum akibat adanya peristiwa / perbuatan yang diduga melanggar aturan hukum atau ketentuan hukum yang berlaku.


Seiring dengan pemberlakuan Undang-Undang (UU) No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Lembara Negara (LN) Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara (TLN) Nomor 4255, maka babak baru dunia profesi advokat di Indonesia mulai dilirik dan mendapat perhatian serius dari orang-orang yang akan menggeluti pekerjaan sebagai seorang advokat dalam rangka memberikan bantuan jasa pelayanan hukum yang terbaik kepada masyarakat.

Namun, bagi seorang calon advokat yang hendak serius terjun menggeluti dunia advokat, maka tidak hanya teori-teori hukum maupun teknik beracara (hukum acara), teknik bernegoisasi, teknik mediasi saja yang harus dimatangkan, namun juga sangat perlu untuk memahami peran / tugas dan fungsi (tupoksi advokat), serta juga wajib mempelajari perkembangan dunia organisasi advokat yang ada Indonesia. Tujuannya adalah agar dalam menjalankan praktek advokat, seorang advokat tidak menyalahi kode etik advokat Indonesia.

Peran, Tugas Pokok Dan Fungsi (Tupoksi) Advokat Indonesia

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang (UU) No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, pengertian advokat adalah: “orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang ini”.

Kemudian Undang-Undang (UU) No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat juga menyatakan bahwa advokat adalah: penegak hukum yang memiliki kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya, yaitu: hakim, jaksa, dan polisi. Meskipun sama-sama sebagai penegak hukum, peran dan fungsi dari masing-masing para penegak hukum tersebut adalah berbeda satu dengan yang lainnya.

Bila dicermati tentang tugas / peran dan fungsi dari masing-masing penegak hukum (hakim, jaksa, dan polisi) diatas, secara faktual menerapkan konsep teori trias politica, yaitu tentang teori pemisahan kekuasaan negara. Hakim sebagai penegak hukum menjalankan fungsi kekuasaan yudikatif, jaksa dan polisi menjalankan fungsi kekuasaan eksekutif. Dengan kata lain, hakim mewakili kepentingan negara, sedangkan jaksa dan polisi mewakili kepentingan pemerintah.

Lalu advokat menjalankan fungsi atau mewakili kepentingan siapa ? Advokat sebagai penegak hukum menjalankan peran dan fungsi penegakan hukum secara mandiri dalam rangka mewakili kepentingan masyarakat para pencari keadilan (klien), serta tidak terpengaruh pada kekuasaan negara ataupun kekuasaan pemerintah (yudikatif dan eksekutif).

Akibat dari adanya perbedaan tugas, peran dan fungsi (tupoksi) para penegak hukum (hakim, jaksa, polisi, dan advokat) seperti yang kami uraikan diatas, maka konsekuensi logis hukumnya adalah sebagai berikut:

- Hakim => memiliki kedudukan yang objektif, sehingga diharapkan memiliki cara pandang dan berpikir objektif pula, sebagai yang mewakili kekuasaan negara di bidang yudikatif. Implementasinya, seorang hakim dalam setiap memeriksa, mempertimbangkan, mengadili / memutuskan suatu perkara diwajibkan independen (tidak terpengaruh oleh salah satu pihak yang berperkara), mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta juga harus menggali nilai atau rasa keadilan yang berkembang dan hidup ditengah-tengah masyarakat.

- Jaksa dan Polisi => memiliki kedudukan yang subjektif, sehingga diharapkan memiliki cara pandang dan berpikir subjektif pula,  sebagai yang mewakili kepentingan pemerintah di bidang eksekutif. Implementasinya, bila terjadi pelanggaran hukum (undang-undang) yang sifatnya perbuatan tindak pidana, maka jaksa dan polisi diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk mengambil tindakan tegas tanpa harus menggali nilai atau rasa keadilan yang berkembang atau hidup ditengah-tengah masyarakat.

- Advokat => memiliki kedudukan yang subjektif dengan cara pandang dan berpikir yang objektif. Kedudukan subjektif advokat, terlihat dalam hal mewakili kepentingan masyarakat para pencari keadilan (klien) dalam rangka untuk membela dan mempertahankan kepentingan hak-hak hukum kliennya. Namun, meskipun demikian, seoranga advokat dalam membela hak-hak dan kepentingan hukum kliennya tersebut, harus mempergunakan cara pandang dan berpikir yang objektif menilainya, berdasarkan keahlian hukum yang dimiliki dan didukung kode etik profesi advokat. Misalnya dalam kode etik advokat ditentukan bahwasanya advokat bisa menolak menangani perkara bila menurut keahliannya tidak ada dasar hukumnya, advokat dilarang memberikan informasi yang menyesatkan dan menjanjikan kemenangan kepada kliennya.
Advokat Penegak Hukum
Setelah kita membahas tentang peran, tugas pokok dan fungsi para penegak hukum (hakim, jaksa, polisi dan advokat), maka untuk selanjutnya akan dijelaskan tentang perkembangan organisasi advokat yang ada di Indonesia.

Perkembangan Organisasi Advokat Di Indonesia

Embrio kehadiran organisasi advokat secara nasional diawali dengan didirikannya Persatuan Advokat Indonesia (PAI) pada tanggal 14 Maret 1963. PAI ini kemudian mengadakan kongres nasional yang kemudian melahirkan organisasi advokat PERADIN. Dalam perkembangannya, organisasi advokat PERADIN yang terbentuk ini, tidak terlepas dari intervensi (campur tangan) rezim pemerintah yang berkuasa saat itu, sebab perjuangan PERADIN dianggap membahayakan kepentingan rezim pemerintah yang sedang berkuasa. Kemudian organisasi advokat PERADIN ditinggalkan, sehingga dibentuk dan munculah organisasi advokat IKADIN. organisasi advokat IKADIN pun kemudian pecah. Para advokat yang kecewa terhadap suksesi kepengurusan IKADIN kemudian mendirikan organisasi advokat yang baru yang bernama Asosiasi Advokat Indonesia (AAI).

Organisasi advokat ini terus bertambah jumlahnya, dimana bila merujuk pada UU Advokat, maka organisasi advokat yang diakui berjumlah 8 (delapan) organisasi advokat, yaitu: IKADIN, IPHI, HAPI, AKHI, AAI, SPI, HKHPM, dan APSI. Namun sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh pembentuk undang-undang, yaitu untuk membentuk suatu organisasi advokat dalam kurun waktu 2 (dua) tahun. Maka, dalam rangka untuk melaksanakannya, kemudian dibentuklah Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), yang kemudian KKAI ini membuat dan merumuskan Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) pada tanggal 23 Mei 2002, serta kemudian mendeklarasikan organisasi advokat di Indonesia yang diberi nama PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia / Indonesian Advocates Asociation) pada tanggal 21 Desember 2004 yang akta pendiriannya disahkan pada 8 September 2005.

PERADI inilah yang kemudian menyelenggarakan Pendidikan Khusus Pendidikan Advokat (PKPA), Ujian Profesi Advokat (UPA), dan Magang bagi seorang yang berlatar pendidikan tinggi hukum (sarjana hukum) yang berniat untuk menjalankan profesi advokat di Indonesia.

Tapi sejarah juga berkata lain, beberapa orang pengurus organisasi advokat yang awalnya sepakat membentuk PERADI, kemudian ada yang menarik diri dan menyatakan keluar dari PERADI yang mana kemudian melahirkan Kongres Advokat Indonesia (KAI). Tidak hanya KAI saja yang muncul, namun nenek moyang organisasi advokat PERADIN yang selama ini tidak tahu kabar beritanya tiba-tiba muncul kembali, dan kabar terakhir yang kami tahu dari media massa bahwa pasca dilakukannya Musyawarah Nasional (MUNAS) PERADI telah terjadi perpecahan di tubuh pengurus organisasi advokat PERADI, dimana kepengurusannya terbagi menjadi 2 (dua) kubu. Itulah selintas sejarah perkembangan organisasi advokat yang ada di Indonesia.


Sekian dan terima kasih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar